Bosan Menjadi Guru?
Bagi anda para guru, pernahkah anda merasa bosan? Yang dimaksud, bukan bosan saat harus melihat amplop gaji yang tipis. Atau bosan, tatkala memandang dompet yang kosong melompong. Namun, bosan yang dimaksud, adalah bosan menjadi guru!
Iya, bosan menjadi guru! Bosan mengajar. Bosan bertemu anak didik. Bosan bertemu rekan guru yang lain. Bosan melihat langit-langit kelas yang menganga. Bosan melihat cat dinding sekolah yang muram.
Kali ini, tulisan dari Yoga Ps, via medsos, cukup menarik untuk dirujuk. Meski sebenarnya tidak sedang bercerita soal guru, namun tetap sesuai jika hendak dijadikan rujukan. Menurutnya, bagi kita yang sudah pernah membayangkan, tatkala bangun pagi dan kemudian berdoa agar turun badai salju, sehingga tidak perlu pergi ke sekolah hari itu, maka.... waspadalah waspadalah! Itu adalah tanda-tanda kita sudah kehilangan inspirasi. Pendek kata, sepertinya sang guru, sudah tidak ada gairah lagi dalam mengajar. Menyapa murid dengan muka masam, atau sekedar mengisi jam mengajar dengan "duduk manis" di depan kelas.
Bagi saya, tidak ada bedanya, mereka yang lulusan keguruan dan ilmu pendidikan, atau mereka yang lulusan non pendidikan. Menurut saya, yang terpenting adalah "soul" dalam mengajar. Mengajar itu ada jiwanya, sekali lagi, tidak hanya berkutat soal seni mengajar, pengetahuan tentang teknis mengajar, atau bahkan sekedar materi mengajar.
Merujuk pendapat Yoga, ada beberapa hal yang bisa ditanyakan kepada para guru. Untuk meyakinkan, tentang kemungkinan bahwa kita memang benar-benar, telah "bosan" untuk menjadi guru!
Pertama, "apakah sebagai guru, dalam dua tahun terakhir, saya sudah belajar hal baru?" Jika jawabannya, tidak, maka kita sudah akan berpotensi menjadi bosan. Mari sejenak merenung, apa yang kita ajarkan dalam dua tahun terakhir kepada siswa, apakah memang "sama" dengan apa yang sudah kita ajarkan dua tahun lalu? Ataukah, kita merasa sudah mengajarkan tentang sesuatu hal yang baru kepada siswa, di tahun ajaran ini?
Kedua, "apakah saya bertemu orang baru, dalam dua tahun terakhir?" Maksudnya, apa melalui profesi kita sebagai guru, kita memang pernah bertemu dengan orang baru, sehubungan dengan bidang pendidikan dan pengajaran yang kita geluti di sekolah. Apakah karena kita adalah seorang guru, kita memang telah bertemu dengan rekan baru lain dalam satu profesi?
Ketiga, "apakah saya telah memberikan kontribusi baru kepada siswa dan sekolah?" Selama dua tahun terakhir, apa memang sudah ada hal-hal baik yang sudah kita sumbangkan, ajarkan, tularkan, atau wariskan kepada siswa atau pihak lain di sekolah?
Jika memang benar, diantara ketiga pertanyaan tersebut, jawabannya adalah "TIDAK", maka jika kita belum merasa sebagai seorang guru yang lebih "ahli" terhadap sesuatu hal yang baru, maka kita dapat dipastikan telah dihinggapi rasa bosan. Bosan di sini, dapat disebut sebagai suatu kondisi ketika banjir sedang melanda kota, motor atau mobil kita sedang terjebak di tengah genangan banjir. Untuk maju dan mundur, seakan sulit, akibat himpitan kemacetan. Namun untuk bergerak leluasa juga susah, karena perlu kehati-hatian khusus dalam melewati area banjir.
Bosan karena menjadi guru. Merasa tidak dapat memiliki kegiatan lain, kecuali masuk ke dalam kelas, mengajar, dan kemudian kembali duduk di ruang guru. Atau jika kita punya energi lebih, maka kita akan cenderung mengisi kegiatan dengan hal-hal lain yang bersifat kontraproduktif. Misalnya, bergunjing, mencari kelemahan orang lain, atau mencela prestasi dari pihak lain.
Mari kita merenung, bahwa tujuan kita menjadi guru, bukanlah untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Sebagai pembanding, banyak entrepreneur yang sukses, ternyata tidak menempatkan gaji sebagai motivasi peringkat pertamanya dalam bekerja. Hanya sedikit orang yang bergaji tinggi, dan pada awal karirnya sengaja menempatkan gaji tinggi sebagai indikator motivasi dalam bekerja.
Lantas, bagaimana agar para guru tidak bosan? Kontribusi, itulah kuncinya! Kontribusi dari seorang guru, lebih terkait dengan nilai-nilai apa yang berhasil ia tularkan sebagai virus kepada para siswanya. Virus kepada lingkungan sekolahnya, agar memiliki "wabah" semangat belajar dalam kehidupannya. Jika kita ingin tidak bosan menjadi sebagai guru, maka segera katakan TIDAK, jika hingga saat ini masih menjadi guru, karena posisi atau gaji!
Menjadi guru adalah memberi. Menjadi guru adalah kontribusi dan inspirasi. Menjadi guru, berarti berani memberi solusi, tanggap memberi layanan, siap berbagi ilmu, haus pengetahuan, sabar membantu, tangkas melindungi yang lemah, dan wajib menebarkan kebaikan. Apapun itu. Seberapa kecilnya itu. Sekarang, dimulai dari sekarang!
Bagaimana jika, tetap tidak bisa melakukannya? Saran saya, berhentilah menjadi guru! Cari pekerjaan lain, yang sesuai dengan passion, masing-masing. Kasihan masa depan bangsa ini, jika dipertaruhkan hanya karena para siswanya menanggung motivasi kerja dari para gurunya.
Yuniawan Heru S
Pengurus YP Taruna Jaya Surabaya