Kerangka Konseptual SMP Taruna Jaya I Surabaya (Conceptual Framework of SMP Taruna Jaya I Surabaya)

Pedoman Organisasi Sekolah 2013, 19-09-2013


Kebutuhan organisasi pada kerangka konseptual (conceptual framework), lebih cenderung berhimpitan dengan pelaksanaan tugas analisis terhadap sistem. Diharapkan, melalui kepemilikan conceptual framework ini, SMP Taruna Jaya I dapat memperoleh rujukan dalam menggerakkan roda analisis terhadap sistem manajemen pendidikan yang hendak dijalankan.

Kerangka konseptual yang digunakan oleh SMP Taruna Jaya I Surabaya, ditujukan untuk menguraikan kegiatan dan menyajikan sebuah pendekatan, guna menterjemahkan suatu ide atau pemikiran. Kerangka konseptual juga diharapkan mampu menghubungkan seluruh pekerjaan terhadap setiap aspek yang hendak dituju oleh organisasi sekolah. Kerangka yang dimiliki dapat bertindak laksana peta yang memberikan koherensi untuk suatu implementasi program.

Kerangka Konseptual

Secara garis besar, SMP Taruna Jaya I hendak menciptakan sekolah yang mampu mendukung kelahiran siswa yang inovatif dan memiliki kompetensi sains, kompetensi sosial budaya, serta kompetensi moral. Inovasi yang dimaksud, adalah keterampilan yang diharapkan akan dapat dimiliki oleh siswa, berupa:

  • Keterampilan untuk menghubungkan (associating). Dengan demikian siswa diharapkan akan dapat merelasikan permasalahan atau ide pada kasus yang berbeda. Berpikir kreatif, serta cenderung memiliki pemikiran-pemikiran baru. Dalam hal ini, siswa didorong agar mampu menghubungkan hal-hal yang sebelumnya tidak terhubung.
  • Keterampilan berani bertanya (questioning), yakni siswa akan berani mempertanyakan tentang segala hal yang dirasa masih meragukan. Diasumsikan bahwa siswa tidak akan pernah menemukan jawaban yang tepat, sebelum ia berani menemukan pertanyaan yang tepat.
  • Keterampilan mengamati (observing), berupa kepekaan dalam mengamati dengan seksama segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Dalam hal ini, siswa didorong menuju ke dunia keluar dan mengamati pelbagai hal. Menggabungkan pengamatan dan pertanyaan, akan dapat menghasilkan ide-ide yang cenderung hebat. Dari kemampuan mengamati, diharapkan para siswa akan tergerak pada kemunculan ide-ide yang baru.
  • Keterampilan dalam melakukan percobaan (experimenting), berupa keyakinan untuk berani menjalani segala jenis pengalaman yang berbeda. Melalui jenis pengalaman yang berbeda, siswa diasumsikan akan dapat menemukan rangsangan baru, berupa ide-ide, produk, maupun pemahaman terhadap proses. Melalui percobaan, diharapkan juga akan ada pemikiran untuk menautkan ide-ide yang sebelumnya belum atau tidak terhubung.
  • Keterampilan membina jaringan (networking), berupa regenerasi ide. Dalam hal ini, jaringan yang sanggup menghubungkan dengan orang-orang yang berbeda, diyakini dapat membantu menemukan dan menguji ide-ide terdahulu. Melalui jejaring atau perkenalan yang beragam, diharapkan akan memberikan perspektif yang sangat berbeda sebagai seorang inovator.

Kompetensi sains yang diharapkan, berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural), berdasarkan rasa ingin tahu siswa tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian yang tampak oleh mata. Selain itu, siswa dirangsang untuk bersedia mencoba, mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang), sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang atau teori.

Kompetensi sosial budaya, merupakan kemampuan untuk berusaha memiliki pengetahuan dan keterampilan dari suatu masyarakat sosial-budaya tertentu, agar dapat memberikan pengaruh yang efektif. Dalam hal ini, diharapkan siswa dapat memiliki kesadaran budaya (cultural awareness), berupa kepekaan sikap dan keyakinan terhadap keberadaan warisan budaya serta nilai-nilai dalam membina hubungan dengan individu atau kelompok lain. Kemudian, siswa juga didorong agar memiliki pengetahuan budaya (cultural knowledge), berupa kepemilikan rasa toleransi, apresiasi dan penghormatan terhadap budaya yg berbeda, termasuk mengembangkan kemampuan dalam mempelajari pengetahuan dari budaya lain. Selain itu, siswa juga diharapkan akan dapat memiliki keterampilan budaya (cultural skills), berupa pengembangan perilaku interaksi bersama dengan budaya dari pelbagai kelompok.

Secara umum, siswa SMP Taruna Jaya I digerakkan agar dapat menghargai dan menghayati perilaku disiplin, peduli (toleransi, gotong royong), santun, inspiratif dan percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan alam dan sosial, menurut jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi moral yang hendak diberikan kepada siswa SMP Taruna Jaya I berupa kapasitas untuk membuat keputusan dan penilaian, berdasarkan prinsip-prinsip moral, dan kemudian bertindak sesuai dengan penilaian moral agama dan budaya setempat. Siswa mampu bersikap dan berperilaku berdasarkan pada norma-norma, nilai-nilai, tujuan, niat, minat, motif, dan perasaan, menurut pemahaman yang diberikan terhadap moral agama dan budaya setempat. Siswa akan digerakkan agar mampu menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut. Selain itu, para siswa juga diharapkan dapat memahami tentang kepemilikan sifat adil, terpercaya, tanggung jawab, berbudi (righteousness), selalu memperbaiki diri, tulus dan jujur, sabar, tabah, serta rendah hati. Secara sederhana, SMP Taruna Jaya I berharap agar nilai-nilai moral keagamaan juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh para siswa.

Berikutnya, organisasi sekolah telah mencetuskan tiga pilar utama yang membidangi seluruh aspek kegiatan, yaitu aspek-aspek pada bidang pendidikan, administrasi umum dan keuangan, serta bidang kesiswaan. Ketiga bidang tersebut, diharapkan telah merangkum seluruh sasaran mutu, program kerja, kegiatan dan penganggaran yang bernaung di bawah organisasi SMP Taruna Jaya I Surabaya.

Sasaran Taruna Jaya

Bagaimana agar ketiga bidang tersebut tetap dapat berkreasi, namun masih berada pada jalur yang benar (on the right track)? Berujung dan menuju pada setiap tujuan yang diharapkan?

Dalam hal ini, sejak tahun 2013, SMP Taruna Jaya I Surabaya telah menganut Pedoman Organisasi yang berisikan sistem tata laksana kegiatan berbasis manajemen sekolah. SMP Taruna Jaya I Surabaya telah dan akan terus menetapkan Rencana Mutu, Rencana Kegiatan Tahunan Sekolah (RKTS), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), sebagai penopang setiap sasaran yang hendak digapai pada setiap tahunnya.

Dengan merujuk pada tahun buku, SMP Taruna Jaya I Surabaya merencanakan seluruh Rencana Mutu, RKTS, dan RKAS-nya pada setiap awal tahun. Di sisi lain, SMP Taruna Jaya I Surabaya tetap menjalankan periode tahun ajaran dengan sebagaimana mestinya, merujuk pada ketetapan pemerintah. Keduanya tetap dapat berjalan seiring dengan tata laksana manajemen dan rencana kegiatan belajar mengajar. 

Pada kondisi demikian, SMP Taruna Jaya I Surabaya telah memiliki acuan dan rute yang stabil, dalam menjaga dan memperjuangkan setiap tujuan yang hendak dicapai. Tidak hanya itu, setiap aktivitas yang memiliki kepatuhan, dapat dipastikan akan memiliki nafas dan derap langkah yang akan senantiasa berjalan seirama dengan visi dan misi organisasi. Dengan demikian, setiap kegiatan yang digebyar oleh SMP Taruna Jaya I Surabaya, akan tetap dapat terlihat linear dan berjalan sinergis. Tergerak dan mengarah kepada tujuan bersama, melalui setiap proses perencanaan, penetapan alat ukur, sehingga akan dapat dipertanggungjawabkan.

==========================================================================================================================

Organizational needs in the conceptual framework are more likely to coincide with the implementation of system analysis tasks. It is hoped that, through the ownership of this conceptual framework, SMP Taruna Jaya I will be able to obtain references in moving the wheel of analysis of the education management system that is to be implemented.

The conceptual framework used by SMP Taruna Jaya I Surabaya is intended to describe activities and present an approach to translating an idea or thought. The conceptual framework is also expected to be able to link all work to every aspect that the school organization wants to aim at. Owned framework can act like a map that provides coherence for a program implementation.

Broadly speaking, SMP Taruna Jaya I wants to create a school that is able to support the birth of students who are innovative and have scientific competence, socio-cultural competence, and moral competence. The innovation in question is the skills that are expected to be possessed by students, in the form of:

Skills to connect (associating). Thus students are expected to be able to relate problems or ideas in different cases. Think creatively, and tend to have new thoughts. In this case, students are encouraged to be able to connect things that were not previously connected.
Skills dare to ask (questioning), namely students will dare to ask about everything that is still doubtful. It is assumed that the student will never find the right answer before he dares to find the right question.
Observing skills, in the form of sensitivity in observing carefully everything in the surrounding environment. In this case, students are encouraged to go out into the world and observe various things. Combining observations and questions can produce ideas that tend to be great. From the ability to observe, it is hoped that students will be moved by the emergence of new ideas.
Skills in conducting experiments (experimenting), in the form of confidence to dare to undergo all kinds of different experiences. Through different types of experiences, students are assumed to be able to find new stimuli, in the form of ideas, products, or understanding of processes. Through the experiment, it is hoped that there will also be thoughts of linking ideas that were not previously connected or not.
Network building skills, in the form of idea regeneration. In this case, a network capable of connecting with different people is believed to be able to help find and test previous ideas. Through networking or various introductions, it is hoped that it will provide a very different perspective as an innovator.
Expected science competence, in the form of understanding and applying knowledge (factual, conceptual, and procedural), is based on students' curiosity about science, technology, art, culture related to visible phenomena and events. In addition, students are stimulated to be willing to try, process, present, and reason in the concrete realm (using, parsing, assembling, modifying, and creating) and the abstract realm (writing, reading, counting, drawing, and composing), according to what is learned. in schools and other sources that are the same in point of view or theory.

Socio-cultural competence, is the ability to try to have the knowledge and skills of a particular socio-cultural society, in order to be able to exert an effective influence. In this case, students are expected to have cultural awareness, in the form of sensitivity to attitudes and beliefs towards the existence of cultural heritage and values in fostering relationships with other individuals or groups. Then, students are also encouraged to have cultural knowledge, in the form of having a sense of tolerance, appreciation and respect for different cultures, including developing the ability to learn knowledge from other cultures. In addition, students are also expected to be able to have cultural skills, in the form of developing interaction behavior with the culture of various groups.

In general, students of SMP Taruna Jaya I are encouraged to appreciate and live up to discipline, caring (tolerance, mutual cooperation), courtesy, inspirational and self-confident behavior, in interacting effectively with the natural and social environment, according to their social range and whereabouts. Be noble, independent, democratic, and responsible.

The moral competence to be given to SMP Taruna Jaya I students is in the form of the capacity to make decisions and judgments, based on moral principles, and then act in accordance with the moral judgments of religion and local culture. Students are able to behave and behave based on norms, values, goals, intentions, interests, motives, and feelings, according to understanding